Sabtu, 07 Juni 2008

BANDARA NARITA – TOKYO

Minggu 24 Pebruari 2008 kami serombongan dijemput Ny. Grace Tanaka gaet kami selama di Jepang. Dia kelahiran betawi tetapi mungkin keturunan Jepang (Pendalungan) Ibu Grace fasih sekali bahasa Indonesianya dan banyak tahu tentang Indonesia. Sebetulnya sih pagi ini saya lelah, payah, mengantuk karena semalaman mengudara, tetapi jadwal Tour sudah diatur. Pagi itu kami dari Bandara Narita naik bis wisata menuju ke Ginza Pusat Perbelanjaan. Sepanjang perjalanan kami lewat jalan tol, jalan layang, jalan pegunungan, banyak jalan terowongan dan tidak ada orang berjalan atau bersepeda motor, jalanan sepi seperti kota mati. Rumah-rumah penduduk yang kita lewati tutup semua karena laki perempuan kerja di pusat-pusat kerja. Orang Jepang laki dan wanitanya semuanya kerja, kalau ada yang tidak kerja itu biasanya karena orangnya bodoh sehingga tidak diterima kerja bekerja. Ketika itu musim dingin, rerumputan, pepohonan, bunga sakura yang kesohor itu kering dan meranggas daunnya, kecuali tanaman green tea yang memang dipelihara. Kebun green tea di kiri kanan jalan di Propinsi Sizoka kelihatan hijau, dipotong dengan rapi dan berpetak-petak, indah sekali, seperti di puncak Kota Bandung bedanya di Sizoka dipetak-petak green tea itu dipasang kipas angin cukup banyak, supaya daunnya tidak rusak karena tertempel salju
Perjalanan 3 jam, kami sampai di Ginza, bis parkir hanya menurunkan kami, lalu harus pergi parkir di tempat yang boleh parkir lama. Semua yang terlihat adalah gedung bertingkat (mall), tetapi kotanya lebih hidup masih ada orang berjalan dan bersepeda engkol di trotoar. Pagi itu angin begitu kencang dan dingin sekali sehingga semua orang yang lewat disitu mulutnya berasap bila berbicara. Mereka memakai pakaian tebal, tutup kepala, sarung tangan dan sal begitu juga kami, pada hal matahari sedang terik. Setelah diberi petunjuk Oleh bu Grace maka kamipun dipersilahkan berjalan berkelompok kesil 3-4 orang untuk melihat-lihat ke mal-mal sampai jam 11.00 berkumpul kembali di Rumah makan Hanamasa. Setiap kita lewat didepan toko pelayan selalu mengangguk dalam-dalam sambil berkata dalam bahasa Jepang “selamat datang terima kasih”. Barang yang diperdagangkan sama dengan di Jakarta atau kota lain di Indonesia tetapi kebanyakan memang asli Jepang, sehingga harganya mahal. Misal harga tustel digital yang di Indonesia harganya Rp 2.500.000,00 di Jepang Rp 3-4 juta. Disana harga sudah standar jadi tidak ada tawar menawar, gantungan kunci saja kalau di Indonesia Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu dapat kalau di Jepang antara 250 – 500 Yen 1 Yen Rp 85,-
Saya tidak biasa jalan jauh sampai kurang lebih 3-4 Km hari itu, dan kakiku yang memang sudah cacat, tidak bisa jalan cepat, selalu tertinggal dibelakang dan teman selalu harus sabar menunggu beberapa saat. Di Jepang orang harus banyak jalan karena mobil tidak boleh parkir disembarang tempat yang kita inginkan, enak di Indonesia kan boleh berkendara sampai didepan persis tempat yang kita tuju.. Dalam perjalanan kembali ke Rumah makan Hanamasa, sempat kulihat bahwa di trotoar itu ada bangunan-bangunan kecil ternyata itu adalah jalan untuk naik kereta api bawah tanah. Jalanan tetap kelihatan bersih padahal tidak ada pasukan kuning lalu lintas tertib dan lancar pada hal tidak ada polisi lalulintas.
Jam 11.00 – 12.00 menikmati makan siang di Rumah makan Hanamasa. Di sini orang harus disiplin jadwal waktu, tempat duduk, aturan makan harus diikuti, misal makanan yang sudah diambil harus dihabiskan kalau tidak dicas, didenda atau kalau lewat waktu tidak jadi makan. Di masing-masing meja ada tungku listrik untuk membakar ikan, boleh pilih dari bermacam ikan atau daging yang sudah diiris tipis dan boleh makan minum sekenyangnya pokok dihabiskan. Sayang tidak ada menu sambel yang ada hanya sub, kecap, lalapan, saus, merica, pasta, nasinya pulen uenak banget bu Grace bilang beras Jepang harganya 700 yen per Kg, paling enak sedunia putih mengkilat wangi. Aah apa iya di Indonesia beras bali, beras Jawa barat juga enak komentarku. Menu lain tidak saya kenal dan tidak saya cicipi. Berapa harga masakan disitu tidak tahu karena semuanya dibayar oleh ITC Tour.
Kenyang sudah, kamipun meneruskan perjalanan menuju Grand New Otori Hotel di Hamamatsu Propinsi Sizoka. Perjalanan ini memerlukan waktu 5 jam dan ternyata jalan yang telah dilewati kemarin., si Grace masih tetap bercerita sepanjang perjalanan tentang Jepang tetapi karena kondisi lelah akupun tertidur di bis yang terus melaju. Sampai di hotel jam 17.30 waktu Jepang langsung tidur, 2 jam kemudian aku dan pak Usman teman sekamar dari SMK Takengon, bangun untuk makan malam sebentar kemudian tidur lagi dikasur bursa empuk sama dengan dihotel bintang di Indonesia.

Tidak ada komentar: