Sabtu, 07 Juni 2008

HARI KETIGA DI JEPANG.

Senin 25 Pebruari 2008 setelah sholat subuh, aku sedikit panik karena uang di amplop tidak kutemukan, jangan-jangan tertinggal di toko buah Hanamasa kemarin waktu belanja minuman. Kontan semua tas kubongkar isinya, lalu…. plong ternyata ada di tas hitam yang kemarin saya bawa. Akupun segera mandi kemudian makan pagi di restoran hotel, menunya bubur jagung, sub asparagus, kentang goreng, supaya lebih kenyang tambah roti, buah.dan orange jus, terus siap-siap chek out dari Grand New Hotel di Hamamatsu, meneruskan perjalanan.
Bus Seian Kanko membawa kami serombongan ke Godo Solution perusahaan yang bergerak dibidang IT perancangan permesinan. Produknya antara lain dipesan oleh Yamaha, Honda dan Nissan. Disini pegawai bekerja membuat design dalam ruangan kecil berisi 6 orang. Perusahaan ini efisiensi tenaga kerja dan etos kerja dan disiplin karyawan disitu sangat tinggi, andai di Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan dan kantor Pemerintah seperti ini, maka Indonesia tentu sudah maju. Diperusahaan ini SMK Negeri 1 Jember memberi souvenir beruba kerjinan kayu patung sepeda kayu kecil.
Selama perjalanan Grace bercerita bahwa Tarif Tol itu sangat mahal sehingga biaya untuk taxi dan kendaraan pribadi juga mahal kalau dari bandara menuju kota yang murah adalah naik bis umum, tidak ada angkot lo disini. Penduduk Jepang diharuskan ikut asuransi kesehatan dan kartunya berlaku sebagai ID cart gantinya KTP. Pedagang, petani, pegawai swasta juga membayar uang dana pensiun sampai umur 60 th rata-rata 13000 yen per bulan. Ketika umur 61 tahun mendapat uang pensiun kurang lebih 30.000 Yen per bulan.
Pendapatan penduduk missal sopir bus yang kami tumpangi 1 th 6 juta yen, pembantu rumah tangga 12.000 yen per hari dengan jam kerja 7 pagi -11 malam. Pokoknya disana gajinya bisa 7 kali lipat dibanding dengan di Indonesia. Masih menurut Grace, makanan dan lingkungan di Jepang sangat dijaga kesehatanya, tidak ada lalat beterbangan di restoran atau ditempat sampah ditepi jalan sekalipun karena sampah dikumpulkan di tempat tertentu dibungkus tas atau karung plastik secara rapi yang pada gilirannya di angkut truk saqmpah dibawa ketempat pembakaran sampah berupa gedung tertutup dan kelihatan bersuh. Pemerintah tidak mau penduduknya banyak yang sakit sehingga kebersihan dan kesehatan sangat dijaga.. Jalan-jalan disana tidak pernah banjir dan selalu bersih.
Jam 01.20 waktu Jepang kami sampai Rumah Makan Sakura di Fujikawa. Disini waktu itu udara -2° sampai 3°, biasalah makan hari ini menu makanan Jepang, yang penting kenyang, stamina bugar untuk meneruskan perjalanan ke Gunung Fuji atau Fujiyama yang terkenal itu loo. Kata Grace kita sedang mujur hari itu karena Fujiyama begitu kelihatan detailnya dari kejauhan sekalipun. Semakin dekat semakin mempesona. Ketika pintu level ketinggian gunung yang sudah kita lewati subhanallah walhamdulillah hamparan salju putih bertebar diseluruh permukaan hutan disela-sela pepohonan yang sebagian besar daunnya meranggas sungguh pengalaman baru yang sangat berkesan bagi saya. Kalau malam jalanan beraspal halus mulus menuju puncak Fujiyama itu tertutup salju, kemudian menjelang pagi di bersihkan oleh petugas menggunakan kendaraan pemecah dan pembersih saju. Akhirnya bus kami berhenti sampai level 5 dari keseluruhan level 7 apa sembilan. Kami tidak diperkenankan menuju lebih tinggi lagi dan pintu level ketinggian ditututp pada level 5. Disini kami berfoto-foto dan bermain salju dan kucoba jilat salju seperti apa sih rasanya, eh ternyata segar seperti air tawar dengan. Salju itu kalau dipegang sekilas tidak tersa dingin, tetapi setelah meulai mencair duingin sekali. Setelah puas kamipun masuk di bus rasanya lebih dingin dari pada ketika main disalju tadi, untung di bus itu suhu sudah diatur bila dingin suhu dipanaskan bila panas didinginkan. Keindahan Fujiyama adalah saat musim salju dan musim bunga nah aku kesana saat musim salju subhanallah alhamdilillah Allah kau beri kesempatan aku melihat kebesaranmu disini. Sayang waktu pulang segera tiba kamipun meluncur turun gunung dengan perasaan puas menuju musium bebatuan perhiasan. Harganya wow mahal bagi ukuran kantong kita, tetapi bagi ibu-ibu ada juga yang belanja disana. Ada yang murah batu kecil warna warni segenggam 1000 yen. Karena aku yang paling besar geggamannya maka semua teman minta bantuanku untuk mengambil segenggam demi segeggam untuk dibeli. Aku sendiri membeli hiasan dinding lukisan kecil dari batu berharga itu seharga 1200 yen dan gelang batu untuk memperlancar peradaran darah.
Pelancongan hari ini diakhir dengan menginap di Hotel Sansuiso dekat danau kawagichi di Fujikawa. Yang unik disini adalah ketika makan malam kami serombongan memakai pakaian Yukata layaknya orang jepang tradisional dan hotelnya, pintunya, lantainya tempat tidur tikarnya, kasur dan selimut tebalnya tradisonal Jepang banget. Sebetulnya malam itu kami harusnya tidur pulas karena perjalanan seharian penat sekali . Namun udara dingin sekali membuatku sulit tidur nyenyak walaupun sudah berpakai berlapis-lapis dan berselimut tebal.Bangun pagi masih penat dan mengantuk, aku dan teman-teman melihat panorama kawaguchi dari pelataran hotel sebelum kita melanjutkan perjalanan.

BANDARA NARITA – TOKYO

Minggu 24 Pebruari 2008 kami serombongan dijemput Ny. Grace Tanaka gaet kami selama di Jepang. Dia kelahiran betawi tetapi mungkin keturunan Jepang (Pendalungan) Ibu Grace fasih sekali bahasa Indonesianya dan banyak tahu tentang Indonesia. Sebetulnya sih pagi ini saya lelah, payah, mengantuk karena semalaman mengudara, tetapi jadwal Tour sudah diatur. Pagi itu kami dari Bandara Narita naik bis wisata menuju ke Ginza Pusat Perbelanjaan. Sepanjang perjalanan kami lewat jalan tol, jalan layang, jalan pegunungan, banyak jalan terowongan dan tidak ada orang berjalan atau bersepeda motor, jalanan sepi seperti kota mati. Rumah-rumah penduduk yang kita lewati tutup semua karena laki perempuan kerja di pusat-pusat kerja. Orang Jepang laki dan wanitanya semuanya kerja, kalau ada yang tidak kerja itu biasanya karena orangnya bodoh sehingga tidak diterima kerja bekerja. Ketika itu musim dingin, rerumputan, pepohonan, bunga sakura yang kesohor itu kering dan meranggas daunnya, kecuali tanaman green tea yang memang dipelihara. Kebun green tea di kiri kanan jalan di Propinsi Sizoka kelihatan hijau, dipotong dengan rapi dan berpetak-petak, indah sekali, seperti di puncak Kota Bandung bedanya di Sizoka dipetak-petak green tea itu dipasang kipas angin cukup banyak, supaya daunnya tidak rusak karena tertempel salju
Perjalanan 3 jam, kami sampai di Ginza, bis parkir hanya menurunkan kami, lalu harus pergi parkir di tempat yang boleh parkir lama. Semua yang terlihat adalah gedung bertingkat (mall), tetapi kotanya lebih hidup masih ada orang berjalan dan bersepeda engkol di trotoar. Pagi itu angin begitu kencang dan dingin sekali sehingga semua orang yang lewat disitu mulutnya berasap bila berbicara. Mereka memakai pakaian tebal, tutup kepala, sarung tangan dan sal begitu juga kami, pada hal matahari sedang terik. Setelah diberi petunjuk Oleh bu Grace maka kamipun dipersilahkan berjalan berkelompok kesil 3-4 orang untuk melihat-lihat ke mal-mal sampai jam 11.00 berkumpul kembali di Rumah makan Hanamasa. Setiap kita lewat didepan toko pelayan selalu mengangguk dalam-dalam sambil berkata dalam bahasa Jepang “selamat datang terima kasih”. Barang yang diperdagangkan sama dengan di Jakarta atau kota lain di Indonesia tetapi kebanyakan memang asli Jepang, sehingga harganya mahal. Misal harga tustel digital yang di Indonesia harganya Rp 2.500.000,00 di Jepang Rp 3-4 juta. Disana harga sudah standar jadi tidak ada tawar menawar, gantungan kunci saja kalau di Indonesia Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu dapat kalau di Jepang antara 250 – 500 Yen 1 Yen Rp 85,-
Saya tidak biasa jalan jauh sampai kurang lebih 3-4 Km hari itu, dan kakiku yang memang sudah cacat, tidak bisa jalan cepat, selalu tertinggal dibelakang dan teman selalu harus sabar menunggu beberapa saat. Di Jepang orang harus banyak jalan karena mobil tidak boleh parkir disembarang tempat yang kita inginkan, enak di Indonesia kan boleh berkendara sampai didepan persis tempat yang kita tuju.. Dalam perjalanan kembali ke Rumah makan Hanamasa, sempat kulihat bahwa di trotoar itu ada bangunan-bangunan kecil ternyata itu adalah jalan untuk naik kereta api bawah tanah. Jalanan tetap kelihatan bersih padahal tidak ada pasukan kuning lalu lintas tertib dan lancar pada hal tidak ada polisi lalulintas.
Jam 11.00 – 12.00 menikmati makan siang di Rumah makan Hanamasa. Di sini orang harus disiplin jadwal waktu, tempat duduk, aturan makan harus diikuti, misal makanan yang sudah diambil harus dihabiskan kalau tidak dicas, didenda atau kalau lewat waktu tidak jadi makan. Di masing-masing meja ada tungku listrik untuk membakar ikan, boleh pilih dari bermacam ikan atau daging yang sudah diiris tipis dan boleh makan minum sekenyangnya pokok dihabiskan. Sayang tidak ada menu sambel yang ada hanya sub, kecap, lalapan, saus, merica, pasta, nasinya pulen uenak banget bu Grace bilang beras Jepang harganya 700 yen per Kg, paling enak sedunia putih mengkilat wangi. Aah apa iya di Indonesia beras bali, beras Jawa barat juga enak komentarku. Menu lain tidak saya kenal dan tidak saya cicipi. Berapa harga masakan disitu tidak tahu karena semuanya dibayar oleh ITC Tour.
Kenyang sudah, kamipun meneruskan perjalanan menuju Grand New Otori Hotel di Hamamatsu Propinsi Sizoka. Perjalanan ini memerlukan waktu 5 jam dan ternyata jalan yang telah dilewati kemarin., si Grace masih tetap bercerita sepanjang perjalanan tentang Jepang tetapi karena kondisi lelah akupun tertidur di bis yang terus melaju. Sampai di hotel jam 17.30 waktu Jepang langsung tidur, 2 jam kemudian aku dan pak Usman teman sekamar dari SMK Takengon, bangun untuk makan malam sebentar kemudian tidur lagi dikasur bursa empuk sama dengan dihotel bintang di Indonesia.