Pagi ini tanggal 26 Pebruari 2008 hari selasa, kami meneruskan acara kunjungan ke perusahaan ikan kering Kanta Maeda fish Factory di Hokaido Propinsi sizoka.. Perusahaan ini adalah home Industri yang mempekerjakan kurang lebih 25 orang. Mulai dari pekerjaan membersihkan perut dan kotoran ikan, kemudian dikeringkan dalam alemari es besar sampai mengemas siap dijual dan dikonsumsi. Perusahaan ini kecil tetapi bersih dan higynes sekali, tidak bau amis dan tidak ada lalat beterbangan seperti di kebanyakan perusahaan ikan kering di Gresik, puger Jember atau Kraksaan Probolinggo Indonesia.
Kami serombongan setelah melihat-lihat proses pengolahan ikan, kami dipersilakan menuju ruang istirahat atau ruang makan bagi para karyawan perusahaan. Ruangnya tidak terlalu luas karena karyawannya hanya sekitar 25 orang, mereka bekerja dengan etos kerja tinggi dan tidak banyak bicara bahkan tidak bergurau ketika waktunya kerja. Jam 10.00 waktu Jepang mereka beristirahat untuk merokok makan dan minum diruang yang sudah disediakan. Disitu disediakan meja kursi seperti kantin, kami menunggu dipanggangkan ikan kering untuk dicicipi. Saya berfikir rasanya asin seperti ikan kering di Indonesia, eh ternyata salah, rasanya gurih seperti ikan segar bakar dan lezat tidak keras (alot). Pemilik perusahaan menuangkan sendiri minuman green tea hangat untuk kami para tamunya. Bagi yang ingin merokok setelah makan disediakan kamar kecil berukuran 2x3 m tertutup, khusus untuk yang merokok disitu. Sekitar dua jam kami di perusahaan ini, cukup sudah waktu berkunjung, kami berpamitan melanjutkan kunjungan ke tempat tujuan berikutnya.
Sekitar jam 11.00 kami ke Musium bakso Kamaboko. Disitu kami melihat musium pembuatan bakso mulai jaman kerajaan kuno di Jepang membuat bakso dengan p
eralatan tradisional manual sampai pembuatan bakso secara modern menggunakan mesin. Bentuk penyajian bakso ikan salmon pun bervariasi ada yang seperti bentuk ikan, bentuk bunga, bentuk buah kotak, bentuk bulat lonjong dan lain. Tentu beda kan dengan bakso di Indonesia yang kebanyakan bentuknya bulat seperti bola pimpong atau bola tenis. Warnanyapun ada warna alami coklat muda seperti warna daging, tetapi sekarang warnanya hijau, kuning, merah muda coklat dan lain-lain. Kata Grace gaet kami, baksonya dibuat seperti itu supaya anak-anak lebih suka mengkonsumsi ikan. Untuk membuat bermacam-macam model bakso itu ada cetakan-cetakannya semuanya dari tahun ketahun di musiumkan disitu.
Pada kesempatan berikutnya kami serombongan dipersilakan untuk belajar membuat bakso tradisional bersama para pengunjung umum yang lain, dengan warna alami warna ikan salmon. Pertama kami harus memakai celemek dan penutup rambut dari kertas khusus terus kami semua membasuh tangan dengan air es dingin sekali, terus di keringkan dengan kipas angin khusus. Berikutnya kami siap dimeja kerja dari marmer yang sudah disterilkan, satu meja untuk 10 orang. Dimeja depan masing-masing peserta sudah disediakan alat berupa 1 buah potongan kayu ukuran 4 x 10 x 1 m, sebuah pisau stenlis, i bh bambu sebesar telunjuk atau ibu jari, adonan daging salmon kurang lebih seperempat kg. Instruktur mengajari kami dengan memberi keterangan berbahasa Jepang yang kami tidak tahu apa artinya. Untungnya Instruktur selain bicara juga mempraktekkan cara membuat bakso, kamipun mempraktekkan. Hasilnya ada yang bagus ada yang jelek semuanya kemudian dimasukkan ke ruang atau lemari perebusan. Kedua kami mempraktekkan membuat bakso bakar yang bentuknya lonjong seperti jagung bakar membuatnya menggunakan pisau dan bambu sebagai pegangannya, setelah seelesai membuatnya baksopun dipanggang di pemanggangan listrik.
Hasil kerjaan kita lalu kita makan sendiri-sendiri dan tidak kuatir keliru karena di sticknya ditulis nama kita masing-masing. Sambil menunggu masaknya bakso yang sedang direbus kurang lebih 3 jam – 4 jam kami makan di Rumah makan Kamaboko tidak jauh dari musium itu dengan masakan serba bakso. Di rintik hujan sepanjang trotoar jalanan menuju rumah makan itu, bunga sakura sibunga terkenal di Jepang mulai berbintil-bintil diujung cabang daunnya, kira-kira seminggu sampai tiga minggu atau sebulan akan mulai berbunga. Sampai hari ini aku sudah merasakan panasnya matahari yang tidak terasa terik, merasakan rintik hujan, merasakan dinginnya salju tetapi bukan hujan salju. Kembali lagi ke Kamaboko untuk mengambil hasil kerja pembuatan bakso tradisional untuk sangu pulang ke Hotel.
Namun sebelum itu kami menuju ke Musium Electronik Toshiba, yang awalnya membuat radio sejak 1886, mesin cuci, serta bola lampu sampai sekarang membuat produk elektronik modern untuk berbagai keperluan manusia modern. Dijepang memang banyak sekali musium yang dibangun oleh perusahaan untuk pengetahuan dan jejak sejarah perkembangan perusahaan mulai dari awal usaha sampai masa gemilangnya. Mungkin kalau di Indonesia sekolah yang umurnya sudah puluhan tahun dan sekarang sudah maju saya pikir baik juga dibuat musiumnya, untuk tujuan studi banding dan wisata pendidikan.
Jam 18.00 Kami check in ke hotel ” Crown Plaza” Metropolitan Tokyo. Hotel ini cukup mewah tetapi yah sama seperti hotel berbintang di Jakarta atau di Surabaya. Sebetulnya kakiku sudah pegel banget ingin istirahat tidur, tetapi perut keroncongan minta diisi. Untuk makan malam ini kami berjalan kira-kira satu km. Disitu dirumah makan China. Wow namanya selera makan langsung naik, karena sudah beberapa hari tidak ketemu masakan berselera Indonesia, dirumah makan inilah mirip dengan masakan di Indonesia, beberapa menu yang dihidangkan langsung diserbu habis oleh kami kenyang dan puuuas deh, tidak seperti hari sebelumnya hanya kenyang tetapi kurang puas. Habis itu kamipun dipesan oleh Grace kalau mau acara bebas boleh awas pulangnya jangan nyasar. Aku bertiga dengan pak Jamudin dari Jakarta, dan Pak Syaiful Amuda dari SMK Negeri 2 Gorontalo terpisah dengan teman yang lain. Sebetulnya tidak jauh dan sebetulnya kami sudah membawa kartu nama hotel.
Tetapi karena yang tanya dan yang ditanya sama-sama tidak nyambung komunikasinya maka keliru terus. Kebanyakan orang Jepang hanya bisa berbahasa Jepang dan kami bertiga hanya bisa bahasa Indonesia dan sedikit Inggris, yah jadinya tidak nyambung. Kami bertiga bolak balik melewati jalan yang sama, keluar masuk stasiun kereta bawah tanah, mau naik kereta takut semakin jauh tersesat sampai aku kepayahan. ”Sudahlah kita naik taksi saja ” kataku pada ketiga temanku. Merekapun menurut naik taksi baru lima menit eh sudah sampai, terpaksa deh bayar 1000 yen tarif minimal, tak apalah yang penting sampai dan segera istirahat tidur. Sampai di hotel tempat kami menginap malam ini mandi dan berendam di air hangat, semprot pakai sower untuk pijat refleksi, sambil mencarge kamera saya pijat kaki sendiri pakai bokashi barulah tidur.