Budaya jaranan adalah salah satu bentuk kesenian masyarakat di Jawa. Jaranan berasal dari kata dalam bahasa Jawa JARAN dalam bahasa Indonesia berarti KUDA. Kata jaranan lalu diartikan kuda-kudaan, menyerupai kuda, menari menirukan orang menaiki kuda.
Dalam kesenian ini sebetulnya banyak ragamnya, misal kalau di Trenggalek ada jaranan pegon, jaranan breng, jaranan buto yang masing masing mempunyai ciri tarian berbeda dan bentuk kuda serta kostum penari yang berbeda pula.
Ide cerita jaranan ini biasanya adegan pertama adalah segerombolan pemuda mungkin digambarkan kalau jaman dulu adalah kesatriya anak-anak raja, yang sedang berkunjung ke Pedesaan atau ke hutan untuk berburu atau mencari pengalaman kehidupan dalam bermasyarakat. Biasanya penari yang menjadi tokoh pemuda masih muda, gagah, cakep utamanya laki-laki walau sekarang juga diperankan oleh wanita tetapi berperan sebagai pemuda. Kemudian adegan kedua disusul segerombolan pemuda itu bersama dengan topeng (prentul) adalah sosok masyarakat biasa atau pengiring para pemuda untuk mengawasi, membimbing dan mengarahkan, menghibur para pemuda selama dalam perjalanan. Karena itu tokoh yang memainkan topeng gerakannya bebas dan lucu.
Adegan ketiga biasanya gerombolan pemuda dan topeng pengasuhnya bertemu dengan celengan yaitu peran babi hutan. Rias wajah celengan biasanya beda dengan rias wajah pemuda. Kalau rias wajah celengan lebih seram dan garang properti menarinya adalah gambar babi hutan tidak berkaki karena kakinya adalah kaki penarinya. Para pemuda yang sedang naik kuda dan topeng pengasuhnya mengganggu babi hutan (celengan) yang sedang mencari makan hingga marah dan terjadilah pertempuran antara pemuda dengan celengan. Pada adegan ini biasanya sebagian pemuda berkuda dan pemeran celengan sampai kesurupan. Cirinya bila kesurupan matanya mendelik tidak berkedip, minta makan ketela pohon, minta minum air kembang telon (air dicampur bunga mawar, sisiran pandan dan kenanga). Setelah beberapa saat kemudian mereka yang kesurupan di sembuhkan oleh dukunnya barulah sadar kembali.
Adegan terakhir biasanya pemuda dan topeng pengasuhnya bertemu dengan barongan, atau caplokan yang menggambarkan sosok ular besar dihutan. Sama juga ular yang merasa terganggu oleh kehadiran para pemuda marah dan terjadilah pertempuran. Pada saat ini biasanya sebagian pemain berkuda dan pemain caplokan atau barongan sampai kesurupan.
Kalau dulu jaranan dipentaskan dihalaman rumah orang punya hajad khitanan, nikahan, di lapangan atau alon-alon ketika 17 agustusan, hari raya idul fitri, dan hari-hari besar lainnya dan penontonnya begitu berjubel, sekarang jaranan sering dipentaskan di pendopo, gedung dan murni berupa tari tanpa adegan kesurupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar