Rabu malam saya bepergian ke Surabaya, keperluan rapat dinas ke Convention Hall jalan Arief Rahman Hakim Surabaya. Jam 12.30 malam saya diantar istri berangkat ke Stasiun KA Jember, langsung beli tiket maunya sih kelas eksekutif, ternyata sudah kehabisan tinggal kela bisnis tanpa tempat duduk dengan harga Rp 50.000,- terpaksa kubeli juga dengan sedikit ngomel wong tidak ada tempat duduk harganya kok mahal sekali.
Seharusnya jam 01.00 kereta berangkat tetapi hari itu terlambat setengah jam baru jam 01.30 berangkat dari stasiun Jember. Penumpang penuh semua tempat duduk penuh, saya langsung menuju ke gerbong Restoran, duduk disitu dengan perasaan was-was kalau diusir, kupesan minuman teh hangat pada pelayan restoran. Teman sebelah saya juga pesan teh panas juga. Seorang ibu yang cantik berkulit kuning langsat berpakaian perlente jas hitam bercelana hitam berjilbab pink duduk dilantai pojok restoran sambil merokok dan minum teh tinggal separuh gelas dan masih ada segelas kopi yang belum disentuh. Datang pula ibu tinggi besar berpakaian muslim rok panjang bermotif bunga, memakai kerudung coklat muda awalnya duduk di kursi bundar restoran tetapi baru sejam perjalanan pindah kebawah ikut duduk dilantai juga beralaskan kardus. Karena badannya besar duduk dilantai pantatnya langsung dijatuhkan begitu saja tanpa sengaja tangannya menyenggol gelas kopi milik ibu yang sedang merokok tadi. Dengan muka malu ibu berbaju muslim minta maaf dan menawarkan untuk dipesankan lagi. Ketika malam semakin larut kedua ibu itu pulas tidur dibawah berbantal kardus-kardus barang kali sambil bermimpi orang kaya jadi miskin tidur dirumah kardus.
Saya memperhatikan juru masak (laki-2 kecil sedikit kurus) yang begitu terampil mengolah makanan dan minuman untuk para pembeli di Kereta. Dua kompor yang nyala itu selalu harus ada saja yang dimasaknya tanpa jedah. Sementara satu goreng nasi satunya goreng telur, sudah itu menyusul panaskan air untuk kopi teh. satunya sudah siap untuk masak bistik. Dilanjutkan wajan satunya untuk goreng kerupuk, begitu seterusnya kerja harus cepat. Kru restoran itu ada kira-kira 5, didapur yang sempit tetapnya 1 orang kadang ada yang bantu cuci-cuci piring gelas sendok, sementara lainnya menjajakan ke gerbong-gerbong sambil menawarkan mencatat pesanan pembeli. Mereka adalah para enter preneur yang harus kreatif mengelola restonya sehingga juragan senang. Jam 03.00 – 04.00 pagi barulah mereka istirahat tidur bukan ditempat tidur yang layak tetapi di lantai juga beralaskan koran atau kardus berbantal nampan, ada yang tidur sambil duduk dipojok gerbong begitulah kehidupan mereka sehari-hari.
Saya sendiri tetap duduk di kursi bulat resto itu karena memang tidak ada tempat lain rasa pinggang dan punggung pegal, jam 03.00 saya beli sepotong roti isi keju dan selai pada penjaja resmi KA itu juga, kenjang rasanya setelah seruputan terakhir teh yang kupesan semalam. Tidak terasa aku tertidur pula sambil kepala diatas kedua tangan terkulai lelap dalam tidur sesaat. Jam 04.30 pagi koki itu sudah sibuk dengan menanak nasi dan menyiapkan minum kopi teh untuk diri sendiri dan teman-teman sekrunya serta kedua pengawasnya.
Jam 06.00 pagi saya langsung turun di stasiun gubeng rasanya mengantuk dan lesu begadang semalaman di Restoran, alhamdulillah kebanyakan asam lambung yang biasanya datang bila kebanyakan duduk, ketika itu tidak masalah, saya sehat-sehat saja sampai pulang kembali ke jember.